Dalam beberapa bulan terakhir, isu pemangkasan anggaran pendidikan menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan, mulai dari akademisi, mahasiswa, hingga masyarakat umum. Pemerintah berencana mengurangi anggaran pendidikan, yang menuai kritik karena berpotensi melanggar amanat konstitusi yang mewajibkan alokasi minimal 20 persen dari APBN untuk sektor pendidikan. Keputusan ini memicu kekhawatiran mengenai masa depan layanan pendidikan di Indonesia.
Kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang melakukan pemangkasan anggaran di beberapa kementerian hingga ke tingkat pemerintah daerah. Bahkan pemotongan anggaran ini juga berlaku di lingkungan Kemendiktisaintek RI dimana pemangkasan sebesar Rp14,3 triliun dari pagu anggaran yang mencapai Rp56,6 triliun. Lalu di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang anggaran awal Rp33,5 triliun dipangkas sebesar Rp8 triliun hingga menyisakan Rp25,5 triliun untuk dikelola sepanjang tahun.
Pemotongan anggaran bisa berdampak pada bantuan dana beasiswa, termasuk beasiswa KIP Kuliah (KIP-K), beasiswa Daerah 3T, beasiswa ADik dan ADEM. Beasiswa tersebut, disebutnya sebagai instrumen untuk memutus rantai kemiskinan dan memperkecil kesenjangan sosial. Kondisi ini semakin menyulitkan mahasiswa dari keluarga kurang mampu untuk mengakses pendidikan tinggi. Pada akhirnya, hal ini berpotensi memperlebar kesenjangan sosial dan menurunkan daya saing sumber daya manusia (SDM) Indonesia
Pemangkasan anggaran ini mendapat respons negatif dari berbagai pihak. Akademisi dan organisasi pendidikan mengingatkan bahwa langkah ini bisa berdampak jangka panjang terhadap kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Para mahasiswa pun mulai menggelar aksi protes di berbagai daerah untuk menolak kebijakan ini.
Melihat dampak yang ditimbulkan, kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan seharusnya dipertimbangkan kembali. Pemerintah perlu mencari solusi alternatif agar sektor pendidikan tetap mendapatkan dukungan finansial yang memadai. Misalnya, dengan mengalokasikan dana dari sektor lain yang kurang prioritas atau mendorong kerja sama dengan pihak swasta untuk mendukung pendidikan nasional.
Jika tidak ada langkah konkret, kenaikan biaya kuliah dapat semakin membebani masyarakat dan menghambat pertumbuhan ekonomi berbasis pengetahuan yang seharusnya menjadi prioritas pembangunan nasional.Tentu saja baiknya kebijakan ini dapat dikaji ulang, mengingat dampaknya begitu besar bagi kemauan SDM di Indonesia.