
PNN – Kamis, 10 Juli 2025. Dalam beberapa waktu terakhir, Indeks Prestasi Kumulatif atau yang biasa disebut IPK mahasiswa di Indonesia tengah menjadi sorotan public. Peningkatan nominal yang tertera pada transkrip nilai yang signifikan menjadi buah bibir di kalangan pengamat-pengamat di industry Pendidikan. Bahkan untuk saat ini mendapatkan IPK diatas tiga koma adalah suatu hal yang lumrah di kalangan para mahasiswa. Perubahan yang signifikan ini menjadi salah satu tolak ukur pesatnya kemajuan bidang Pendidikan di Indonesia.
IPK merupakan indikator penilaian yang diterapkan di kampus-kampus Indonesia dengan skala 4. Berdasarkan Permendikbud No. 3 tahun 2020, IPK menjadi ukuran keberhasilan akademik mahasiswa yang dihitung dari rata-rata tertimbang semua nilai mata kuliah yang telah ditempuh sampai dengan waktu tertentu. IPK seringkali digunakan mahasiswa sebagai patokan dalam keberhasilannya selama belajar di perkuliahan. Tak hanya itu, di sejumlah perusahaan, IPK menjadi salah satu syarat yang digunakan dalam proses kualifikasi.
Transkrip nilai yang dihiasi dengan angka-angka nyaris sempurna kini bukan lagi fenomena langka. Fenomena tersebut disebut dengan “inflasi IPK”, yakni tren kenaikan nilai mahasiswa secara konsisten yang muncul di berbagai perguruan tinggi. Tren kenaikan IPK ini mulai terlihat sejak masa pandemi COVID-19. Beralihnya sistem pembelajaran ke digital diyakini membawa dampak besar. Korelasi antara nilai akademik dan kemampuan nyata di lapangan tidak selalu sejalan. Salah satu penyebab utamanya adalah standar penilaian yang berbeda-beda antar kampus, bahkan antar dosen.
Pemerintah sebenarnya sudah meluncurkan sistem Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) untuk menjembatani dunia akademik dan industri. Sistem tersebut memungkinkan mahasiswa belajar lewat magang, riset, hingga aktivitas sosial. Namun di lapangan, implementasinya masih jauh dari ideal. Banyak dosen belum dibekali pemahaman mendalam untuk merancang metode belajar dan asesmen yang tepat. Akibatnya, mutu pembelajaran menjadi timpang antar kampus, bahkan dalam satu universitas. Untuk menjaga agar IPK tetap menjadi indikator yang bermakna, pentingnya evaluasi menyeluruh dalam dunia pendidikan tinggi. Monitoring ketat, pelatihan dosen, serta keterlibatan industri dalam asesmen dinilai sebagai kunci reformasi penilaian.