
PNN – Selasa, 27 Mei 2025. Akhir-akhir ini sedang ramai diperbincangkan cara Kang Dedi Mulyadi selaku Gubernur Jawa Barat mendidik dan membentuk karakter para generasi muda. Terjadi pro dan kontra dengan cara Kang Dedi Mulyadi ada pihak yang setuju namun ada beberapa pihak juga yang merasa cara tersebut kurang efektif dalam mendidik generasi muda.
Setiap pemimpin daerah mempunyai caranya masing-masing dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia nya masing-masing. Namun itu semua memiliki satu tujuan yang sama yaitu membangun empati dan membentuk karakter anak bangsa.
Pengembangan empati dan karakter adalah proses penting untuk membangun individu yang memiliki kepedulian, bertanggung jawab, dan menghargai orang lain. Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan emosi orang lain, sedangkan karakter adalah watak atau sifat batin yang mempengaruhi perilaku dan tindakan.
Pendidikan karakter berfokus pada penanaman nilai-nilai moral, etika, dan karakter positif yang mendukung terbentuknya individu yang memiliki integritas dan kepedulian terhadap sesama. Empati dan karakter yang baik membantu membangun hubungan yang sehat dan positif dengan orang lain. Individu yang memiliki empati dan karakter baik cenderung memiliki kualitas hidup yang lebih baik karena mereka lebih bahagia, sehat, dan berhasil. Pendidikan karakter dan empati sangat penting untuk membentuk generasi yang berintegritas dan bertanggung jawab.
Dikutip dari laman kemdiktisaintek.go.id, Wamen Fauzan juga menekankan bahwa pendidikan merupakan garda terdepan dalam bertanggung jawab meningkatkan SDM bangsa. Persoalan sosial harus dapat diselesaikan dengan mengutamakan perspektif masyarakat yang terdampak. Hal inilah yang menjadi nilai utama dari program garapan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek), yaitu “Diktisaintek Berdampak”.
“Kita harus meningkatkan sensitivitas dan empati. Atas dasar itu, Program ‘Diktisaintek Berdampak’ mencari cara agar kampus bisa menjadi bagian dari entitas sosial, berperan tunggal sebagai problem solver,” ujar Wamen Fauzan.
Diperlukan sinergi agar pendidikan tinggi dapat mencetak lulusan yang tidak hanya kompeten, tetapi juga relevan, berdampak, dan memiliki empati tinggi yang bisa menyelesaikan masalah di tingkat masyarakat. Melalui semangat “Diktisaintek Berdampak”, kampus diharapkan dapat terus memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa.